Subscribe:

Minggu, 08 Desember 2013

Pengertian Evaluasi
            Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan fisiknya. Evaluasi dilakukan seseorang dari hal-hal yang sangat sederhana sampai yang sangat rumit. Hal ini dilakukan supaya seseorang menentukan arah pengembangan dirinya. Evaluasi atau penilaian berarti usaha untuk mengetahui sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
            Menurut Roestiyah N.K. dkk. dalam bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan” menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya.
1.    Evaluasi adalah proses memahami atau member arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
2.    Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
3.    Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.
4.    Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada dijalan yang diharapkan.
Evaluasi yang teliti akan membawa pengajaran yang efektif.

2.2   Tujuan Evaluasi
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua. Pertama, untuk menghimpun berbagai keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti perkembangan yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, tujuan umum evaluasi dalam pendidikan yakni memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian berbagai tujuan kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Kedua, untuk mengetahui tingkat efektivitas dari berbagai metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses pembelajaran. Tujuan kedua dari evaluasi pendidikan ialah mengukur dan menilai efektivitas mengajar serta berbagai metode mengajar serta berbagai metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta dididk.
Selain tujuan tersebut, evaluasi juga memiliki beberapa tujuan khusus. Pertama, merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa evaluasi, tidak mungkin timbul kegairahan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing. Kedua, mencari dan menumukan berbagai faktor penyebab keberhasilan maupun ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat menemukan jalam keluar.
Menurut Dr. Basrowi (2012), tujuan evaluasi pada dasarkan digolongkan ke dalam empat kategori berikut:
1.      Memberikan umpan balik terhadap proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial) bagi siswa,
2.      Menentukan angka kemajuan masing-masing siswa yang antara lain dipakai sebagai pemberian laporan kepada orang tua,
3.      Penetuan kenaikan tingkat atau status dan lulus tidaknya, serta
4.      Menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat, misalnya dalam penentuan program studi atau jurusan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lain.

 Fungsi Evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu mengukur kemajuan, menunjang penyusunan rencana, dan memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.  Telah dibahas sebelumnya bahwa evaluasi merupakan kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sejauh mana tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahap, maka dengan evaluasi yang berkesinambungan, tahapan yang sudah dapat diselesaikan, yang berjalan dengan mulus, dan tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya akan dapat dipantau. Dengan evaluasi terbuka, kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dapat dilakukan.
Setidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi. Pertama, hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberi rasa lega bagi evaluator. Sebab, tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Kedua, hasil evaluasi tidak menggembirakan, bahkan mengkhawatirkan dengan alas an adanya berbagai penyimpangan dan kendala, sehingga mengharuskan evaluator bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun dan memperbaiki cara pelaksanaannya.
Berdasar data hasil evaluasi itu, dicari metode lain yang dipandang lebih tepat dan sesuai dengan keadaan. Perubahan itu akan membawa dampak perencanaan ulang (re-planning). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi itu berfungsi menunjang penyusunan rencana.
Evaluasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan akan membuka peluang bagi evaluator untuk membuat perkiraan tujuan yang telah dirumuskan akan dapat dicapai pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Apabila berdasar data hasil evaluasi itu diperkirakan bahwa tujuan tidak akan dapat dicapai sesuai dengan rencana, maka evaluator berusaha mencari dan menemukan berbagai factor penyebabnya, serta mencari dan menemukan jalan keluarnya. Bukan tidak mungkin bahwa atas dasar data hasil evaluasi itu, evaluator perlu mengadakan berbagai perubahan, penyempurnaan yang menyangkut organisasi, tata kerja, dan boleh jadi tujuan organisasi itu sendiri. Jadi, pada dasarnya kegiatan evaluasi juga dimaksudkan untuk melakukan perbaikan atau penyempurna usaha.
Secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yakni psikologis, didaktik, dan administrative. Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah dapat disoroti dari dua sisi, yaitu peserta didik dan pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengena kapasitas dan statusnya di tengah-tengah kelompok atau kelasnya. Misalnya, dengan dilakukannya evaluasi hasil belajar siswa, maka para siswa akan mengetahui dirinya termasuk siswa berkemampuan tinggi, rata-rata, atau rendah. Sedangkan, bagi pendidik, evaluasi pendidikan memberikan kepastian atau ketatapan hati kepada peserta tersebut, seberapa jauh usaha yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil. Sehingga, secara psikologis ia memiliki pedoman atau pegangan batin yang pasti guna menentukan berbagai langkah yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya, misalnya menggunakan berbagai metode mengajar tertentu, hasil-hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan daya serap terhadap materi karena penggunaan metode mengajar tersebut akan terus dipertahankan. Begitupun sebaliknya, secara didaktik evaluasi pendidikan dapat memberikan motivasi untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasi peserta didik. Bagi pendidik, secara didaktik, evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:
1.      Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
2.      Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
3.      Memberikan bahan yang penting untuk memilih, kemudian menetapkan status peserta didik.
4.      Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukannya.
5.      Memberikan petunjuk tentang seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dicapai.
Sedangkan secara administrative, evaluasi pendidikan memiliki tiga
macam fungsi, yaitu:
1.      Memberikan laporan
2.      Memberikan berbagai bahan keterangan (data)
3.      Memberikan gambaran
Menurut Wina Sanjaya dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, beberapa fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai umpan balik bagi siswa
2.      Untuk mengetahui proses ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan
3.      Memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum
4.      Digunakan oleh siswa untuk mengambil keputusan secara individual, khususnya dalam menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan
5.      Menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh para pengembang kurikulum
6.      Umpan balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah

Demikianlah beberapa fungsi penting evaluasi dalam bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangat penting karena turut menunjang kesuksesan dalam proses belajar mengajar.

   Syarat-syarat Evaluasi
Mengukur pendidikan tidaklah semudah mengukur kertas, kain, air atau benda lain. Sasaran evaluasi ialah kemampuann siswa sebagaimana dinyatakan dalam tujuan instruksional umum. Tetapi yang diukur ialah kemampuan yang menampak dalam bentuk tingkah laku.
Tingkah laku yang menampak itu tidak selalu menunjuk pada kemampuan yang tidak menampak. Sama seperti tingkah laku seorang actor sandiwara di atas pentas, di luar pentas ia menjadi lain. Karena itu evaluasi bersifat tidak langsung, tak lengkap dan relative.
Amat sulit menemukan syarat-syarat yang memuaskan kebutuhan dari tujuan evaluasi. Mengingat demikian pentingnya peranan/fungsi evaluasi, maka dikemkukan 8 syarat tersebut ialah:
1.      Sahih (valid)
Evaluasi dikatakan valid apabila mengukur apa yang sebenernya diukur. Apabila yang diukur adalah sikap, tetapi evaluasi mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut disebut tidak valid. Kesahihan evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam derajat tertentu dengan alat ukur tertentu.
2.      Terandalkan (reliable)
Evaluasi dikatakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda atau situais yang berbeda-beda, akan memberikan hasil yang sama.
3.      Obyektif
Evaluasi dikatak obyektif jika tidak mendapat pengaruh subyektif dari pihak penilai.
4.      Seimbang
Keseimbangan ini meliputi keseimbangan bahan, keseimbangan kesukaran dan keseimbangan tujuan. Bahan harus seimbang diantara berbagai pokok bahasan. Keseimbangan dalam kesukaran artinya antara yang mudah, sedang dan sukar harus dalam proporsi tertentu. Keseimbangan tujuan adalah keseimbangan dalam berbagai matra dalam kawasan tertentu, antara pengetahuan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dalam kawasan matra kognitif yang harus disusun dalam proporsi tertentu.
5.      Membedakan
Suatu evaluasi harus dapat membedakan (discriminiable) prestase individual di antara sekelompok siswa. Evaluasi harus dapat membedakan siswa yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berhasil, gagal dan sebagainya.
6.      Norma
Evaluasi yang baik, hasilnya harus mudah ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa.
7.      Fair
Evaluasi yang fair mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu erdapat keadilan untuk siswa yang dievaluasi.
8.      Praktis
Baik ditinjau dari segi pembiayaan maupun dari segi pelaksaannya, evaluasi harus efisien dan mudah dilaksanakan.

Kedelapan syarat tersebut perlu dimilki oleh suatu evaluasi yang baik walaupun dalam derajat yang berbeda-beda.


 Prinsip-Prinsip Evaluasi
     Prinsip diperlukan sebagai pemadu dalam kegiatan evaluasi. Dengan demikian tidak hanya diutamakan prosedur dan teknik penilaian saja, tetapi prosedur dan teknik itu harus dilakukan dalam paduan prinsip itu, prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini.
1.      Prinsip keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dan di dalam program pengajaran. Evaluasi adalah satu komponen dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya. Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan program pengajaran. Banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilaksanakan, sehingga evaluasi dilakukan bukan terhadap apa yang telah dilakukan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan Kompetensi.

2.      Prinsip Cara Belajar Siswa (CBSA)
Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan siswa secara mental, antusias dan asyik dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang demikian dari siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu yang menekan dan cenderung untuk dihindari, karena jika demikian hal ini menunjukan bahwa prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi.
Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siwa.

3.      Prinsip Kontinuitas
Pada dasrnya evaluasi berlangsung selama proses kegiatan belajar-mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat pada awal/pada akhir pengjaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal ini dilakukan dalam rangka pemantapan program. Di sinilah letak fungsi formatif dari evaluasi yang tidak hanya ada pada akhir tetapi selama program berjalan.

4.      Prinsip Koherensi
Sebagai akibat dari prinsip keterpaduan, maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh tujuan pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah sikap (afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahuan. Evaluasi harus pula mempunyai kohorensi dengan program pengajaran, artinya evaluasi harus benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar, baik kegiatan tatap muka maupun kegiatan terstruktur.

5.      Prinsip Diskriminalitas
Dari psikologi diketahui bahwa setiap individu mempunyai perbedaan engan individu lain. Individu adalah suatu person yang unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi jalan pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai dengan hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukan perbedaan di kalangan siswa secara individual. Apabila satu kelas mempunyai skor yang sama, maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.

6.      Prinsip Keseluruhan
Perubahan tingkah lau yang sudah ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi seluruh segi tujuan pendidikan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukn tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.

7.      Prinsip Pedagogis
Seluruh kegiatan evaluasi haruslah diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan sikapnya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan demikian evaluasi akan ikut membentuk perilaku dan sikap positif.

8.      Prinsip Akuntabilitas
Accountability adalah salah satu ciri dari pendidikan berdasar kompetensi. Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran harus dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada masyarakat pemakai tenaga lulusan, dan kepadda kelompok profesional. Pertanggungjawaban terhadap ketiga kelompok ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi kita mempertanggungjawabkan hasil pendidikan yang kita selenggarakan kepada ketiga pihak tersebut. Akreditas terhadap sekolah termasuk dalam pertanggungjawban tersebut.

   Pendekatan Evaluasi[6]
   Dalam menentukan hasil evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan keperluannya, yaitu ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran performance.
1.      Penilaian dengan Ukuran Mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya seorang siswa dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya, pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendektan ini diantaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap siswa dalam mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunnakan pula dalam penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program minimal yang harus dikuasai.

2.      Penilaian dengan Ukuran Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan penilaian dengan ukuran relatif ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikaan nilai akhir, atau mengelompokan siswa dalam kelompok kerja dimana dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah siswa lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.

3.      Penilaian dengan Ukuran Self Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya. Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini, perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status siswa sebelum mengikuti pengajaran, status potensi siswa pada masa yang akan datang.

Sumber :

Stiava Rizema, 2012, Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja, Jogjakarta:
Diva Press.


Slameto, 1988, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara. 


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Copyright 2009 MANAJEMEN PENDIDIKAN 2013