Subscribe:

Minggu, 08 Desember 2013

0
Pengertian Evaluasi
            Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan fisiknya. Evaluasi dilakukan seseorang dari hal-hal yang sangat sederhana sampai yang sangat rumit. Hal ini dilakukan supaya seseorang menentukan arah pengembangan dirinya. Evaluasi atau penilaian berarti usaha untuk mengetahui sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
            Menurut Roestiyah N.K. dkk. dalam bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan” menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya.
1.    Evaluasi adalah proses memahami atau member arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
2.    Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
3.    Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.
4.    Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada dijalan yang diharapkan.
Evaluasi yang teliti akan membawa pengajaran yang efektif.

2.2   Tujuan Evaluasi
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua. Pertama, untuk menghimpun berbagai keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti perkembangan yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, tujuan umum evaluasi dalam pendidikan yakni memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian berbagai tujuan kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Kedua, untuk mengetahui tingkat efektivitas dari berbagai metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses pembelajaran. Tujuan kedua dari evaluasi pendidikan ialah mengukur dan menilai efektivitas mengajar serta berbagai metode mengajar serta berbagai metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta dididk.
Selain tujuan tersebut, evaluasi juga memiliki beberapa tujuan khusus. Pertama, merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa evaluasi, tidak mungkin timbul kegairahan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing. Kedua, mencari dan menumukan berbagai faktor penyebab keberhasilan maupun ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat menemukan jalam keluar.
Menurut Dr. Basrowi (2012), tujuan evaluasi pada dasarkan digolongkan ke dalam empat kategori berikut:
1.      Memberikan umpan balik terhadap proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial) bagi siswa,
2.      Menentukan angka kemajuan masing-masing siswa yang antara lain dipakai sebagai pemberian laporan kepada orang tua,
3.      Penetuan kenaikan tingkat atau status dan lulus tidaknya, serta
4.      Menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat, misalnya dalam penentuan program studi atau jurusan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lain.

 Fungsi Evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu mengukur kemajuan, menunjang penyusunan rencana, dan memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.  Telah dibahas sebelumnya bahwa evaluasi merupakan kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sejauh mana tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahap, maka dengan evaluasi yang berkesinambungan, tahapan yang sudah dapat diselesaikan, yang berjalan dengan mulus, dan tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya akan dapat dipantau. Dengan evaluasi terbuka, kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dapat dilakukan.
Setidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi. Pertama, hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberi rasa lega bagi evaluator. Sebab, tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Kedua, hasil evaluasi tidak menggembirakan, bahkan mengkhawatirkan dengan alas an adanya berbagai penyimpangan dan kendala, sehingga mengharuskan evaluator bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun dan memperbaiki cara pelaksanaannya.
Berdasar data hasil evaluasi itu, dicari metode lain yang dipandang lebih tepat dan sesuai dengan keadaan. Perubahan itu akan membawa dampak perencanaan ulang (re-planning). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi itu berfungsi menunjang penyusunan rencana.
Evaluasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan akan membuka peluang bagi evaluator untuk membuat perkiraan tujuan yang telah dirumuskan akan dapat dicapai pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Apabila berdasar data hasil evaluasi itu diperkirakan bahwa tujuan tidak akan dapat dicapai sesuai dengan rencana, maka evaluator berusaha mencari dan menemukan berbagai factor penyebabnya, serta mencari dan menemukan jalan keluarnya. Bukan tidak mungkin bahwa atas dasar data hasil evaluasi itu, evaluator perlu mengadakan berbagai perubahan, penyempurnaan yang menyangkut organisasi, tata kerja, dan boleh jadi tujuan organisasi itu sendiri. Jadi, pada dasarnya kegiatan evaluasi juga dimaksudkan untuk melakukan perbaikan atau penyempurna usaha.
Secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yakni psikologis, didaktik, dan administrative. Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah dapat disoroti dari dua sisi, yaitu peserta didik dan pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengena kapasitas dan statusnya di tengah-tengah kelompok atau kelasnya. Misalnya, dengan dilakukannya evaluasi hasil belajar siswa, maka para siswa akan mengetahui dirinya termasuk siswa berkemampuan tinggi, rata-rata, atau rendah. Sedangkan, bagi pendidik, evaluasi pendidikan memberikan kepastian atau ketatapan hati kepada peserta tersebut, seberapa jauh usaha yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil. Sehingga, secara psikologis ia memiliki pedoman atau pegangan batin yang pasti guna menentukan berbagai langkah yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya, misalnya menggunakan berbagai metode mengajar tertentu, hasil-hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan daya serap terhadap materi karena penggunaan metode mengajar tersebut akan terus dipertahankan. Begitupun sebaliknya, secara didaktik evaluasi pendidikan dapat memberikan motivasi untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasi peserta didik. Bagi pendidik, secara didaktik, evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:
1.      Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
2.      Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
3.      Memberikan bahan yang penting untuk memilih, kemudian menetapkan status peserta didik.
4.      Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukannya.
5.      Memberikan petunjuk tentang seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dicapai.
Sedangkan secara administrative, evaluasi pendidikan memiliki tiga
macam fungsi, yaitu:
1.      Memberikan laporan
2.      Memberikan berbagai bahan keterangan (data)
3.      Memberikan gambaran
Menurut Wina Sanjaya dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, beberapa fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai umpan balik bagi siswa
2.      Untuk mengetahui proses ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan
3.      Memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum
4.      Digunakan oleh siswa untuk mengambil keputusan secara individual, khususnya dalam menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan
5.      Menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh para pengembang kurikulum
6.      Umpan balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah

Demikianlah beberapa fungsi penting evaluasi dalam bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangat penting karena turut menunjang kesuksesan dalam proses belajar mengajar.

   Syarat-syarat Evaluasi
Mengukur pendidikan tidaklah semudah mengukur kertas, kain, air atau benda lain. Sasaran evaluasi ialah kemampuann siswa sebagaimana dinyatakan dalam tujuan instruksional umum. Tetapi yang diukur ialah kemampuan yang menampak dalam bentuk tingkah laku.
Tingkah laku yang menampak itu tidak selalu menunjuk pada kemampuan yang tidak menampak. Sama seperti tingkah laku seorang actor sandiwara di atas pentas, di luar pentas ia menjadi lain. Karena itu evaluasi bersifat tidak langsung, tak lengkap dan relative.
Amat sulit menemukan syarat-syarat yang memuaskan kebutuhan dari tujuan evaluasi. Mengingat demikian pentingnya peranan/fungsi evaluasi, maka dikemkukan 8 syarat tersebut ialah:
1.      Sahih (valid)
Evaluasi dikatakan valid apabila mengukur apa yang sebenernya diukur. Apabila yang diukur adalah sikap, tetapi evaluasi mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut disebut tidak valid. Kesahihan evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam derajat tertentu dengan alat ukur tertentu.
2.      Terandalkan (reliable)
Evaluasi dikatakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda atau situais yang berbeda-beda, akan memberikan hasil yang sama.
3.      Obyektif
Evaluasi dikatak obyektif jika tidak mendapat pengaruh subyektif dari pihak penilai.
4.      Seimbang
Keseimbangan ini meliputi keseimbangan bahan, keseimbangan kesukaran dan keseimbangan tujuan. Bahan harus seimbang diantara berbagai pokok bahasan. Keseimbangan dalam kesukaran artinya antara yang mudah, sedang dan sukar harus dalam proporsi tertentu. Keseimbangan tujuan adalah keseimbangan dalam berbagai matra dalam kawasan tertentu, antara pengetahuan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dalam kawasan matra kognitif yang harus disusun dalam proporsi tertentu.
5.      Membedakan
Suatu evaluasi harus dapat membedakan (discriminiable) prestase individual di antara sekelompok siswa. Evaluasi harus dapat membedakan siswa yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berhasil, gagal dan sebagainya.
6.      Norma
Evaluasi yang baik, hasilnya harus mudah ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa.
7.      Fair
Evaluasi yang fair mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu erdapat keadilan untuk siswa yang dievaluasi.
8.      Praktis
Baik ditinjau dari segi pembiayaan maupun dari segi pelaksaannya, evaluasi harus efisien dan mudah dilaksanakan.

Kedelapan syarat tersebut perlu dimilki oleh suatu evaluasi yang baik walaupun dalam derajat yang berbeda-beda.


 Prinsip-Prinsip Evaluasi
     Prinsip diperlukan sebagai pemadu dalam kegiatan evaluasi. Dengan demikian tidak hanya diutamakan prosedur dan teknik penilaian saja, tetapi prosedur dan teknik itu harus dilakukan dalam paduan prinsip itu, prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini.
1.      Prinsip keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dan di dalam program pengajaran. Evaluasi adalah satu komponen dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya. Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan program pengajaran. Banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilaksanakan, sehingga evaluasi dilakukan bukan terhadap apa yang telah dilakukan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan Kompetensi.

2.      Prinsip Cara Belajar Siswa (CBSA)
Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan siswa secara mental, antusias dan asyik dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang demikian dari siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu yang menekan dan cenderung untuk dihindari, karena jika demikian hal ini menunjukan bahwa prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi.
Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siwa.

3.      Prinsip Kontinuitas
Pada dasrnya evaluasi berlangsung selama proses kegiatan belajar-mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat pada awal/pada akhir pengjaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal ini dilakukan dalam rangka pemantapan program. Di sinilah letak fungsi formatif dari evaluasi yang tidak hanya ada pada akhir tetapi selama program berjalan.

4.      Prinsip Koherensi
Sebagai akibat dari prinsip keterpaduan, maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh tujuan pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah sikap (afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahuan. Evaluasi harus pula mempunyai kohorensi dengan program pengajaran, artinya evaluasi harus benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar, baik kegiatan tatap muka maupun kegiatan terstruktur.

5.      Prinsip Diskriminalitas
Dari psikologi diketahui bahwa setiap individu mempunyai perbedaan engan individu lain. Individu adalah suatu person yang unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi jalan pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai dengan hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukan perbedaan di kalangan siswa secara individual. Apabila satu kelas mempunyai skor yang sama, maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.

6.      Prinsip Keseluruhan
Perubahan tingkah lau yang sudah ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi seluruh segi tujuan pendidikan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukn tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.

7.      Prinsip Pedagogis
Seluruh kegiatan evaluasi haruslah diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan sikapnya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan demikian evaluasi akan ikut membentuk perilaku dan sikap positif.

8.      Prinsip Akuntabilitas
Accountability adalah salah satu ciri dari pendidikan berdasar kompetensi. Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran harus dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada masyarakat pemakai tenaga lulusan, dan kepadda kelompok profesional. Pertanggungjawaban terhadap ketiga kelompok ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi kita mempertanggungjawabkan hasil pendidikan yang kita selenggarakan kepada ketiga pihak tersebut. Akreditas terhadap sekolah termasuk dalam pertanggungjawban tersebut.

   Pendekatan Evaluasi[6]
   Dalam menentukan hasil evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan keperluannya, yaitu ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran performance.
1.      Penilaian dengan Ukuran Mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya seorang siswa dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya, pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendektan ini diantaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap siswa dalam mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunnakan pula dalam penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program minimal yang harus dikuasai.

2.      Penilaian dengan Ukuran Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan penilaian dengan ukuran relatif ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikaan nilai akhir, atau mengelompokan siswa dalam kelompok kerja dimana dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah siswa lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.

3.      Penilaian dengan Ukuran Self Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya. Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini, perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status siswa sebelum mengikuti pengajaran, status potensi siswa pada masa yang akan datang.

Sumber :

Stiava Rizema, 2012, Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja, Jogjakarta:
Diva Press.


Slameto, 1988, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara. 


A.    Pengertian Monitoring
Pengertian dan definisi pengawasan telah banyak dan panjang lebar dibicarakan para ahli. Beikut pengertian monitoring ( pengawasan ) menurut para ahli :
1.      Siagian ( 1970 : 107 ) : mengemukakan bahwa “pengawasan” sebagai proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjalin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah di tentukan sebelumnya
2.      Handoko (1995:359) : mendefinisikan pengawasan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Hal ini berkaitan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai dengan yang direncanakan.
3.      Sarwoto (1987:93) : menjelaskan “pengawasa adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekrjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”.
4.      Soekarno K (1968:107) : mendefinisikan pengawsan sebagai “suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana”.
5.      Tery : menjelaskan pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif apabila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana ( winardi,1986 )
6.      Newman ( 1977) : mengemukakan bahwa pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan rencana.
7.      Fayol : menjelaskan pengawsan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dengan intruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan unutk menunjukan kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud unutk memperbaikinya dan mencegah terulangnya kembali ( Manullang,1976:136).

Karakteristik Pengawasan
Sistem pengawasan yang efektif menurut Amirullah mempunyai karakteristik; akurat terhadap informasi, ekonomis, tepat waktu ketika diketahui penyimpangan, Sesuai dengan realitas oeganisasi, berpusat pada pengendalian strategic, Terkoordinasi dengan arus kerja, Obyektif dan komprehensif, fleksibel dan dapat diterima oleh para anggota.
Pengawasan yang efektif adalah pengawasan yang tepat sesuai dengan proses yang harus dilalui, tanpa menyimpang dari system yang dianut sehingga tahapan yang dilaluinya benar. Pengawasan sebagai suatu system, sebagaimana halnya system-sistem yang lain mempunyai karakteristik tertentu, namun demikian karakteristik tersebut tidak bersifat mutlak tetapi bersifat nisbi, artinya pada kondisi yang berbeda karakteristik itu menjadi berbeda pula.

B.     Tujuan dan Fungsi Monitoring (Pengawasan)
Tujuan pengawasan adalah menjaga dan mendorong agar pelaksanaan tugas pokok organisasi dapat berjalan lancar, berguna, berhasil guna atau tetap guna. Agar fungsi pengawasan dapat berjalan secara efeltif dan efisien, maka fungsi pengawasan dapat dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut :
a.       Pemeriksaan, yang dilakukan terhadap setiap satuan kerja di lingkungan organisasi atau lembaga mengenai pelaksanaan program, penataan dan pemanfaatan tenaga, uang, perlengkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangam yang berlaku, secara berdaya guna, berhasil guna.
b.      Pengujian dan penilaian yang dilakukan terhadap hasil yang dilaporkan terhadap hasil yang dilaporkan secara berkala atau sewaktu-waktu dari setiap bagian yang ada pada organisasi atau lembaga bidang keja di lingkungannya.
c.       Pengurusan yang dilakukan untuk meneliti mengenai kebenran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan di bidang teknik operasional dan teknik administrasi dan manajemen pada setiap Satuan Kerja di lingkungan organisasi atau lembaga.
d.      Peninjauan, yang dilakukan dengan menyaksikan langsung pada tempat pelaksanaan kegiatan untuk mendapatkan gambar menyeluruh tentang pelaksanaan program.
e.       Pengamatan dan pemantauan, yang dilakukan dengan menyaksiakan langsung pada tempat pelaksanaan kegiatan untuk menampung masalah yang timbul dalam proses pelakasanaan program berdasarkan laporan dan informasi.
f.       Kunjungan staf , yang dilakukan dengan, mendatangi langsung ketempat yang diawasi oleh anggota staf teknik atau administratif untuk mendapatkan informasi data mengenai pelaksanaan sesuatu kebijaksanaan atau ketentuan atasan, dan bila mana perlu memberikan petunjuk bagaimana cara melaksanakan kegiatan operasional.
g.      Pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap aparatur bawahannya supaya berbuat dan melakukan tugasnya sesuai dengan petunjuk,pedoman,dan kebijaksanaan yang telah diberikan.
h.      Pengendalian yang dilakukan terhadap bawahannya supaya tidak menyimpang atau bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan apabila terjadi penyimpangan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka diikuti dengan langkah perbaikan.
i.        Penertiban,yang dilakukan dengan tindakan administrasi atau tindakan lainnya sesuai dengan kewenangan  terhadap aparatur  yang dipimpinnya yang melakukan perbuatan dan tindakan melanggar perundang-undangan yang berlaku.
j.        Mengusahakan suatu struktur yang terorganisir dengan baik dan sederhana untuk menghilangkan salah pengertian.
k.      Mengusahakan supervisi yang kuat untuk menghilangkan jurang pemisah yang terjadi dalam keseluruan program.
l.        Mengusahakan informasi yang akurat dalam rangka pembuatan keputusan dan penilaian terhadap pelaksanaan kerja.
m.    Pencapaian hasil,yaitu hasil yang dicapai harus sesuai dengan tujuan yang telah lebih dulu ditetapkan.pelaksanaan program akan membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan,kalau tidak terjadi penyimpangan program.
n.      Meningkatkan keterampilan kerja. Dalam monitoring berusaha mengetahui,berusaha memonitor kemampuan dan keterampilan para personil.apabila pimpinan mengetahui adanya kekurangan,maka segera mengambil inisiatif untuk mengatasinya,sehingga para personil dapat menjalankan tugasnya sebagaimana yang dituntut dalam rencana yang ditetapkan sebelumnya.
o.      Mendapatkan atau memperoleh umpan balik. Artinya pengawasan yang dilakukan dan dilaksanakan akan memperoleh pengalaman dan penemuan-penemuan yang dapat dipergunakan sebagai bahan untuk penyempurnaan kegiatan pengawasan berikutnya dalam organisasi.

C.    Jenis Monitoring (Pengawasan)
Dalam pandangan para ahli terhadap perbedaan-perbedaan yang berhubungan dengan  jenis pengawasan sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing , diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Pengawasan Preventif
Usaha-usaha pengawasan yang dilakukan pimpinan terhadap pekerjaan yang dilakukan pegawai dilihat sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya s=dapat dilakukan dengan pengawasan preventif. Manulang (1981) mengemukakan bahwa pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya penyelewengan-penyelewengan, kesalahan-kesalahan atau deviasi.

b.      Pengawasan Represip
Pengawasan yang dilakuakan pada akhir kegiatan dikenal dengan pengawasan represif. “pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan”.
c.       Pengawasan Langsung
Jenis pengawasan berikutnya adalah pengawasan langsung atau dapat juga dikatakan sebagai kegiatan monitoring. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara mengunjungi dan melakukan pemeriksaan ditempat terjadinya pelaksanaan pekerjaan, apakah berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan pengawas dan pemimpin organisasi.
d.      Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung dilakukan pemimpin dengan melihat dokumen-dokumen, tanpa langsung melihat ke lapangan tempat dilaksanankannya pekerjaan.
e.       Pengawasan Formal
Pengawasan formal sebagai pengawasan resmi oleh lembaga-lemabag pengawasan maupun oleh aparat pengawasan yang mempunyai legalitas tugas dalam bidang pengawasan.
f.       Pengawasan Non-formal
Pengawasan nonformal sebagai pengawasan yang dilakukan masyarakat berfungsi sebagai “social control”. Pengawasan nonformal adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.
g.      Pengawasan Administratif
Pengawasan Administratif sebagai kegiatan yang melihat pekerjaan dari ketatalaksanaan pelaksanaan program kerja organisasi atau perusahaan. Pengawasan administratif adalah pengawasan yang menilai perbuatan keseluruhan dari organisasi atau bidang-bidang bagaiannya.
h.      Pengawasan Operatif
Pengawasan operatif adalah mengukur efesiensi  perbuatan dari waktu ke waktu yang ditunjukan pada bidang-bidang yang memerlukan tindakan pembetulan dan perbaikan.
i.        Pengawasan Intern
Kegiatan yang dilakukan oleh orang yang berada dalam organisasi dikenal dengan pengawasan intern atau pengawasan maupun pimpinan orang tersebut.
j.        Pengawasan ekstren
Pengawasan ekstren atau disebut juga dengan oengawasan dari masyarakat ataupun dari pejabat pengawasan fungsional diluar organisasi. Pengawasan ekstren merupakan pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada diluar organisasi.

D.    Prinsip Monitoring (Pengawasan) 
Prinsip pengawasan sangat diperlukan oleh seorang pimpinan atau manajer dalam membandingkan rencana dengan pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a.       Prinsip perencanaan merupakan suatu standar atau alat pengukur dari pada suatu pekerjaan yang. Rencana menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak.
b.      Prinsip wewenang merupakan suatu kegiatan pemimpin dalam memberikan kepercayaan kepada bawahan dalam melakukan sistem pengawasan. Wewenang dan instruksi-instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan pelimpahan wewenang dapat diketahui apakah bawahan sudah melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
c.       Prinsip tercapainya tujuan. Pengawasan harus ditujukan kearah tercapainya tujuan, yaitu dengan mengadakan perbaikan (koreksi) unutk menghindarkan penyimoangan-penyimpangan dari rencana yang disusun sebelumnya.
d.      Prinsip efisiensi. Pengawasan dikatakan efisien apabila dapat menghindarkan penyimpangan dari perencanaan, sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain yang diluar dugaan.
e.       Prinsip tanggung jawab. Pelaksaaan pengawasan yang efektif dan efisien menurut tanggung jawab penuh dari seorang pimpinan atau manajer terhadap pelaksanaan rencana organisasi.
f.       Prinsip masa depan. Kegiatan pengawsan yang efektif dan efisien harus ditunjukkan kearah pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik pada waktu sekarang maupun pada masa yang akan datang.
g.      Prinsip pengawasan langsung. Teknik pengawsan yang paling efektif adalah mengusahakan adanya manjer bawahan yang berkualitas baik.pengawsan itu dilakukan oleh manajer atas dasar bahwa manusia itu sering berbuat salah.
h.      Prinsip penyesuaian dengan organisasi. Pengawsan yang dilakukan hendaknya sesuai dengan struktur organisasi. Manajer dan bawahannnya merupakan sarana unutk melaksanakan rencana. Dengan demikian pengawasan yang efektif harus disesuaikan dengan besarnya wewenang manajer, sehingga mencerminkan struktur organisasi.
i.        Prinsip pengawsan individual. Pengawsan harus sesuai dengan kebutuhan manajer. Teknik pengawasan harus ditunjukkan terhadap kebutuhan-kebutuhan akan informasi setiap manajer. Ruang lingkup informasi yang dibutuhkan itu berbeda satu sama lain, tergantung
pada tingkat dan tugas manajer.
j.        Prinsip standar. Pengawasan efektif dan efisien dalam organisasi memerlukan standar yang tepat, dan akan dipergunakan sebagai acuan atau alat ukur pelaksanaan dan tujuan yang dicapai.



E.      Kriteria Monitoring
Kriteria yang dipakai sebagai dasar monitoring adalah yang berkaitan dengan hal-hal sbb :
a.       Estimasi hasil pekerjaaan, sampai seberapa jauh pelaksanaan kegiataan pada saat monitoring dilakukan apakah pelaksanaa tersebut sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
b.      Estimasi penggunaan dana yang telah dikeluarkan, sampai seberapa besar  dana yang telah dialokasikan dan apakah pengeluaran dana tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
c.       Estimasi pengeluaran tiap periode kegiatan. Umumnya lama kegiatan ini adalah tiap bulan. Jadi berapa besar pengeluaran tiap bulannya. Dari data ini dapat diliat apakah pengeluaran tersebut sesuai dengan rencana apakah jumlah pengeluaran tersebut sesuai dengan rencana dan apakah jumlah pengeluaran tersebut cukup rasional bila dibandingkan dengan volume pekerjaan.
d.      Estimasi penyusutan alat-alat yang dipakai. Sebab besar-kecilnya penyusutan akan mempengaruhi perhitungan kebutuhan biaya.
e.       Estimasi efisiensi alokasi sumber daya ; misalnya apakah sumber daya yang telah dilaksanakan dengan efisien atau apakah produktivitas tenaga kerja telah dicapai untuk tujuan efisiensi tersebut. 


F.     Etika Pengawasan
Etika selalu berkaitan dengan standar baik-buruk. Hanya perlu diingat bahwa standar ini tidak berada di ruang hampa, selamanya berkonteks, mungkin sosial (politik, ekonomi atau kebudayaan) dengan lingkup lokal atau nasional, atau universal (kemanusiaan). Masalah dalam konteks ini manakala ada kekuasaan yang menentukan standar dan konteks baik buruk suatu perilaku. Misalnya, kekuasaan menetapkan standar baik-buruk hanya berkonteks politik dan lokal. Sementara pelaku ingin menggunakan konteks kebudayaan dan universal.
Pembicaraan tentang etika dapat pula melalui 2 jalan, yaitu pertama mempertanyakan keberadaan institusional, dan kedua dengan melihat keberadaan individual pelaku profesi. Jika yang pertama bersifat makro dengan pendekatan struktural, maka yang kedua bersifat mikro dengan memperhatikan nilai-nilai yang mendasari perilaku seseorang.
Jalan lainnya dapat juga dilakukan dengan menitik-beratkan kepada bekerjanya nilai-nilai atas diri seseorang. Ada yang bersifat sosial, yaitu nilai-nilai yang diperoleh dari komunitas (sosialisasi) yang menjadi acuan dan komunitas memiliki daya pemaksa untuk dijalankannya nilai tersebut. Disini pelaku bersifat pasif. Selain itu ada pula nilai yang dipilih oleh individu secara sadar di antara sekian banyak nilai yang tereksposure kepadanya. Nilai ini dipilih dengan kesadaran, bahkan dengan sikap kefilsafatan tertentu. Maka pelaku dapat disebut bersifat aktif. Baik etika bersifat makro maupun mikro, ataupun nilai bersifat pasif maupun aktif, kesemuanya saling berkaitan, yang satu akan menentukan lainnya.
Etika makro dapat dikenali dengan melakukan analisis atas keberadaan institusi dalam interaksinya dengan institusi-institusi lainnya sebagai bagian sistem sosial. Peran sosial dari suatu institusi bagi yang menggunakan cara pandang struktural fungsionalisme adalah bertolak dari harapan/ekspektasi (expectation) institusi lain yang berada dalam system sosial. Keseimbangan terjadi manakala setiap pihak menjalankan peran yang berkesesuaian dengan ekspektasi pihak lainnya. Pandangan mekanistis atas sistem sosial ini mengabaikan pilihan-pilihan idealisme dari pelaku dalam institusi sosial. Jika sistem sosial sepenuhnya mesin yang dapat direkayasa tentulah keseimbangan dapat tercapai. Tetapi kenyataannya peran sosial adalah resultante dari peran yang ditetapkan bagi dirinya sendiri oleh pengelola institusi dengan peran yang menjadi ekspektasi institusiinstitusi lainnya.
Berdasarkan dari paparan tersebut tentunya seorang pengawas dalam suatu manajemen harus bertindak secara professional dan selalu mendasarkan diri pada etika keilmuan yang dimiliki, menjaga kedudukan, martabat dan jabatannya di mata orang lain. Karena etika adalah pandangan , keyakinan dan nilai akan sesuatu yang baik dan buruk, benar dan salah dan merupakan standar kelayakan pengelolaan organisasi yang memenuhi kriteria etika.
Pengawasan harus dilakukan berdasarkan nilai personal sebagai standar etika yang terdiri dari ; Nilai (Values) sendiri pada dasarnya merupakan pandangan ideal yang mempengaruhi cara pandang, cara berfikir dan perilaku dari seseorang, Nilai Personal atau Personal Values pada dasarnya merupakan cara pandang, cara pikir, dan keyakinan yang dipegang oleh seseorangsehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukannya dan Nilai Personal terdiri dari nilai terminal dan nilai instrumental. Nilai terminal pada dasarnya merupakan pandangan dan cara berfikir seseorang yang terwujud melalui perilakunya, yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu. Nilai instrumental adalah pandangan dan cara berfikir seseorang yang berlaku untuk segala keadaan dan diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yang memang harus diperhatikan dan dijalankan.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Hendyat Soetopo bahwa dalam menjalankan tugasnya pengawas handaklah berpedoman etik jabatan bahwa pengawas adalah; manusia Pancasila, pendidik, memiliki pengetahuan dan wawasan yang mutakhir, membantu melaksanakan program pendidikan, memahami dan menguasai masalah-masalah kependidikan, mampu memecahkan masalah demi kesuksesan organisasinya, mampu bekerjasama dan bergaul dengan berbagai pihak, menguasai teknik riset operasional, berusaha memelihara nama baik pengawas.
Berdasarkan dari paparan dan uraian tersebut, jelaslah bahwa dalam rangka melaksanakan proses pengawasan, seorang pengawas harus benar-benar memiliki kematangan pribadi dan kematangan wawasan terhadap pekerjaan yang diawasi yang berhubungan dengan bidang personal, material, dan operasional dalam organisasi agar mampu mengendalikan organisasi untuk berjalan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan.


 Cara Pelaksanaan Monitoring
Cara pelaksanaan monitoring dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara langsung dan cara tidak langsung. Kedua cara tersebut dilakukan dengan seperangkat kegiatan monitoring yang sama yaitu kegiatan yang berkaitan dengan mengumpulkan, mencatat, mengolah informasi dan pelaksanaan.
a.      Pengamatan Langsung
pengertian pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan dengan cara mengamati langsung , dan dapat mengumpulkan secara bebas informasi yang dilakukan. Agar pengumpulan informasi dapat berjalan secara efisien ; maka diperlukan strategi pengumpulan data yaitu :
i.        Menyiapkan instrumen pengumpulan data ; misalnya dengan menyiapkan daftar isian
ii.      Menggali informasi pada orang-orang penting yang memegang posisi dalam pelaksaaan kegiatan tersebut. Kegiatan ini penting untuk mencetak data yang mungkin tidak dapat ditangkap didaftar isian.
iii.    Melakukan pengamatan langsung ke lapangan dan petugas monitoring dapat mencatat informasi yang diperlukan sesuai dengan kehendaknya ( sesuai dengan tujuan monitoring ).




Cara langsung ini tentu saja ada kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan cara ini antara lain dapat dituliskan sebagai berikut  :
i.      Didapatkan data yang sesuai dengan yang dimaksudkan.
ii.    Data yang dikumpulkan adalah relatif lebih akurat karena data dikumpulkan sendiri oleh petugas monitoring dan merupakan data primer.
iii.  Dengan cara langsung ini petugas bukan saja mengumpulkan data ; tetapi juga sekaligus dapat memberikan saran-saran bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana.
Sedangkan kelemahan cara langsung ini antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
i.        Memerlukan biaya yang relatif besar karena bukan saja faktor jarak ( transportasi ) tetapi juga biaya untuk mengirim petugas monitoring ke lokasi.
ii.      Memerlukan ketelitian yang ‘lebih’, sebab dengan wawancara langsung, seringkali hasilnya bias bila petugas monitoring tidak pandai-pandai menggali data yang baik dan benar.

b.      Pengamatan tidak langsung
Cara ini menghendaki petugas monitoring tidak perlu terjun langsung ke lokasi, tetapi penggalian data dilakukan dengan cara mengirim seperangkat daftar isisan unutk diisi oleh orang lain dilokasi penelitian. Cara tidak langsung ini juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data melalui laporan-laporan yang dibuat oleh pimpinan ( manajer ). Seperti juga cara langsung ; maka cara tidak langsung ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :
Kelebihan cara tidak langsung ini adalah sebagai berikut :
i.        Relatif murah, karena petugas tidak perlu pergi ke tempat lokasi.
ii.      Responden tidak  perlu ragu-ragu atau malu mengisi daftar isian. Juga bila terjadi kritik atau saran ; maka kritik tersebut dapat dituliskan secara bebas.
iii.    Pelaksanaannya relatif mudah bila daftar isian tersebut dilengkapi dengan cara pengisian.
iv.    Data yang dikumpulkan dapat sebanyak mungkin ; sesuai dengan yang dikehendaki tanpa ada tambahan biaya yang berarti.
Sedangkan kelemahan cara ini adalah :
i.        Baik-buruknya data adalah relatif sulit dicek.
ii.      Adanya perbedaan persepsi dalam pengisian daftar isian.
iii.    Masalah muncul bila daftar isian jatuh pada responden yang tidak serius mengisi daftar isian. Tidak serius ini dapat karena disengaja atau tidak.



2.7   Pentingnya Monitoring (Pengawasan)
Pengawsan sebagai salah satu fungsi manajemen yang berguna untuk mengetahui sampai seberapa jauh pelaksanaan suatu kegiatan dapat dilaksanakan, dan apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak, dan dengan adanya kegiatan pengawsan tercapai efisiensi dan efektifitas dalam organisasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pengawasan semakin diperlukan bagi setiap organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Perubahan lingkungan organisasi
Dalam kenyataannya lingkungan organisasi selalu berubah sesuai dngan tuntutan organisasi dan perkembangan kebutuhan pasar. Perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menurus dan tidak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan persaingan baru, ditemukannya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru dan sebagainya.
b.      Peningkatan kompleksitas organisasi
Setiap organisasi selalu mengutamakan efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan  pekerjaan untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu diperlukan pengawasan untuk mewujudkannya. Organisasi besar memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin bahwa kualitas kerja dan produksi tetap terjaga.
c.       Kesalahan-kesalahan
Dalam pelaksanaan pekerjaan, memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan,baik yang dilakukan pimpinan maupun bawahan. Apabila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Akan tetapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan.
d.      Kebutujan manajer mendelegasikan wewenang
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, seorang manajer seringkali mendelegsikan wewenang dan tanggungjawabnya kepada bawahan yang dipercayainya. Apabila manajer mendelegasikan wewenang pada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplementasikan sistem pengawasan.
e.       Menjamin tercapai tujuan
Kegiatan pengawasana dalam prakteknya dapet menjamin tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien, karena pengawasan salah satu aspek yang memeriksa, membandingkan dan mngevaluasi apakah rencana sesuai dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan.
f.       Pengawasan dapat menjaga pemborosan
Kegiatan organisasi yang kurang pengontrolan, akan mengakibatkan pemborosan, karena tidak adanya monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan dan hasil pekerjaan.


2.8   Langkah-langkah Monitoring
            Monitoring dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menyusun Rancangan Monitoring
a.       Tujuan
b.      Sasaran/Aspek yang akan dimonitor
c.       Faktor Pendukung dan Penghambat
d.      Pendekatan, Teknik, dan Instrumen
e.        Waktu dan Jadwal Monitoring
f.       Biaya
2.       Melaksanakan Monitoring
3.      Menyusun dan Melaporkan hasil kepada pihak pengelola/penyelenggaran program.

2.9   Perencanaan Monitoring
Perencanaan monitoring meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a.       Perumusan tujuan pemantauan, berisi informasi tentang apa yang diinginkan , untuk siapa, dan untuk kepentingan apa.
b.      Penetapan sasaran pemantauan, apa yang akan dijadikan sebagai objek pemantauan. Contoh: kesulitan belajar dan jenis-jenis kesalahan konsepsi matematika yang masih dialami para siswa.
c.       Penjabaran data yang dibutuhkan pemantauan, penjabaran dari sasaran. Contoh: guru perlu dapat memilah kesalahan karena kecerobohan atau ketidaktelitian dengan kesalah karena kurang memahami makna dan cara penyelesaian soal.
d.      Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat objek dan sumber atau jenis datanya. Contoh: guru menyiapkan tugas berupa soal yang harus dikerjakan secara mandiri oleh setiap siswa. Kertas atau buku yang berisi pekerjaan siswa akan menjadi sumber data utama. Dari pekerjaan itulah guru akan mengidenifikasi bagian mana dari bahan ajar matematika yang baru saja diajarkan, tetapi masih banyak belum dipahami, jenis kesalahan apa yang pada umumnya masih dilakukan oleh siswa.
e.       Perancangan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada tujuan pemantauan. Contoh: dalam analisis nantinya akan dilakukan pengelompokan jenis-jenis kesalahan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pembelajaran remedial, terutama pada sejumlah siswa yang memang masih mengalami kesulitan memahami pelajaran.

 Pemanfaatan Hasil Monitoring
            Data yang telah terkumpul dari hasil pemantauan harus secepatnya diolah dan dimaknai sehingga dapat segera diketahui apakah tujuan pelaksanaan program tercapai atau tidak. Pemaknaan hasil pemantauan ini menjadi dasar untuk merumuskan langkah-langkah berikutnya dalam pelaksanaan program. Jika perlu perubahan, perubahan apa dan bagaimana rancangannya.  Jika tidak ada hal mendasar yang memerlukan perubahan, mungkin masih dapat pula dirumuskan bagian mana dari rancangan program yang memerlukan perhatian lebih banyak sehingga aspek-aspek program yang sudah baik dapat menjadi lebih baik lagi.


Diberdayakan oleh Blogger.
 
Copyright 2009 MANAJEMEN PENDIDIKAN 2013