Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan
manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik
terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan
fisiknya. Evaluasi dilakukan seseorang dari hal-hal yang sangat sederhana
sampai yang sangat rumit. Hal ini dilakukan supaya seseorang menentukan arah
pengembangan dirinya. Evaluasi atau penilaian berarti usaha untuk mengetahui
sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
Menurut
Roestiyah N.K. dkk. dalam bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan”
menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya.
1. Evaluasi adalah proses memahami atau member arti,
mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak
pengambil keputusan.
2. Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data
seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa
guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan
mengembangkan kemampuan belajar.
3. Dalam rangka pengembangan sistem instruksional,
evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah
berjalan seperti yang telah direncanakan.
4. Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah
tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada
dijalan yang diharapkan.
Evaluasi yang teliti akan membawa pengajaran yang efektif.
2.2 Tujuan Evaluasi
Secara umum, tujuan
evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua. Pertama, untuk
menghimpun berbagai keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti perkembangan
yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, tujuan umum
evaluasi dalam pendidikan yakni memperoleh data pembuktian yang akan menjadi
petunjuk tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian
berbagai tujuan kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka
waktu yang telah ditentukan.
Kedua, untuk mengetahui tingkat
efektivitas dari berbagai metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses
pembelajaran. Tujuan kedua dari evaluasi pendidikan ialah mengukur dan menilai
efektivitas mengajar serta berbagai metode mengajar serta berbagai metode
mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan
belajar yang dilaksanakan oleh peserta dididk.
Selain tujuan tersebut,
evaluasi juga memiliki beberapa tujuan khusus. Pertama, merangsang
kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa evaluasi, tidak
mungkin timbul kegairahan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan
meningkatkan prestasinya masing-masing. Kedua, mencari dan
menumukan berbagai faktor penyebab keberhasilan maupun ketidakberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat menemukan
jalam keluar.
Menurut Dr. Basrowi (2012), tujuan
evaluasi pada dasarkan digolongkan ke dalam empat kategori berikut:
1. Memberikan umpan balik
terhadap proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial)
bagi siswa,
2. Menentukan angka
kemajuan masing-masing siswa yang antara lain dipakai sebagai pemberian laporan
kepada orang tua,
3. Penetuan kenaikan
tingkat atau status dan lulus tidaknya, serta
4. Menempatkan siswa dalam
situasi belajar mengajar yang tepat, misalnya dalam penentuan program studi
atau jurusan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lain.
Fungsi Evaluasi
Secara umum, evaluasi
sebagai suatu tindakan atau proses setidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok,
yaitu mengukur kemajuan, menunjang penyusunan rencana, dan memperbaiki atau
melakukan penyempurnaan kembali. Telah dibahas sebelumnya bahwa evaluasi
merupakan kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sejauh
mana tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan itu
direncanakan untuk dicapai secara bertahap, maka dengan evaluasi yang
berkesinambungan, tahapan yang sudah dapat diselesaikan, yang berjalan dengan
mulus, dan tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya akan dapat
dipantau. Dengan evaluasi terbuka, kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur
seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau kemajuan atau perkembangan
program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan
dapat dilakukan.
Setidaknya ada dua macam
kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi. Pertama, hasil
evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberi rasa lega bagi
evaluator. Sebab, tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang
direncanakan. Kedua, hasil evaluasi tidak menggembirakan, bahkan
mengkhawatirkan dengan alas an adanya berbagai penyimpangan dan kendala,
sehingga mengharuskan evaluator bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan
melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun dan memperbaiki
cara pelaksanaannya.
Berdasar data hasil
evaluasi itu, dicari metode lain yang dipandang lebih tepat dan sesuai dengan
keadaan. Perubahan itu akan membawa dampak perencanaan ulang (re-planning).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi itu berfungsi menunjang
penyusunan rencana.
Evaluasi yang
dilaksanakan secara berkesinambungan akan membuka peluang bagi evaluator untuk
membuat perkiraan tujuan yang telah dirumuskan akan dapat dicapai pada waktu
yang telah ditentukan atau tidak. Apabila berdasar data hasil evaluasi itu
diperkirakan bahwa tujuan tidak akan dapat dicapai sesuai dengan rencana, maka
evaluator berusaha mencari dan menemukan berbagai factor penyebabnya, serta
mencari dan menemukan jalan keluarnya. Bukan tidak mungkin bahwa atas dasar
data hasil evaluasi itu, evaluator perlu mengadakan berbagai perubahan,
penyempurnaan yang menyangkut organisasi, tata kerja, dan boleh jadi tujuan
organisasi itu sendiri. Jadi, pada dasarnya kegiatan evaluasi juga dimaksudkan untuk
melakukan perbaikan atau penyempurna usaha.
Secara khusus, fungsi
evaluasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yakni psikologis,
didaktik, dan administrative. Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang
pendidikan di sekolah dapat disoroti dari dua sisi, yaitu peserta didik dan
pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan
memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengena kapasitas
dan statusnya di tengah-tengah kelompok atau kelasnya. Misalnya, dengan
dilakukannya evaluasi hasil belajar siswa, maka para siswa akan mengetahui
dirinya termasuk siswa berkemampuan tinggi, rata-rata, atau rendah. Sedangkan,
bagi pendidik, evaluasi pendidikan memberikan kepastian atau ketatapan hati
kepada peserta tersebut, seberapa jauh usaha yang telah dilakukannya selama ini
telah membawa hasil. Sehingga, secara psikologis ia memiliki pedoman atau
pegangan batin yang pasti guna menentukan berbagai langkah yang dipandang perlu
dilakukan selanjutnya, misalnya menggunakan berbagai metode mengajar tertentu,
hasil-hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan daya serap terhadap materi
karena penggunaan metode mengajar tersebut akan terus dipertahankan. Begitupun
sebaliknya, secara didaktik evaluasi pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasi peserta didik. Bagi
pendidik, secara didaktik, evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki
lima macam fungsi, yaitu:
1. Memberikan landasan
untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
2. Memberikan informasi
yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di
tengah-tengah kelompoknya.
3. Memberikan bahan yang
penting untuk memilih, kemudian menetapkan status peserta didik.
4. Memberikan pedoman untuk
mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukannya.
5. Memberikan petunjuk
tentang seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dicapai.
Sedangkan secara administrative,
evaluasi pendidikan memiliki tiga
macam fungsi, yaitu:
1. Memberikan laporan
2. Memberikan berbagai
bahan keterangan (data)
3. Memberikan gambaran
Menurut Wina Sanjaya
dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, beberapa fungsi
evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai umpan balik bagi
siswa
2. Untuk mengetahui proses
ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan
3. Memberikan informasi
untuk mengembangkan program kurikulum
4. Digunakan oleh siswa
untuk mengambil keputusan secara individual, khususnya dalam menentukan masa
depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan
5. Menentukan kejelasan
tujuan khusus yang ingin dicapai oleh para pengembang kurikulum
6. Umpan balik untuk semua
pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah
Demikianlah beberapa
fungsi penting evaluasi dalam bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi-fungsi
tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangat
penting karena turut menunjang kesuksesan dalam proses belajar mengajar.
Syarat-syarat Evaluasi
Mengukur pendidikan
tidaklah semudah mengukur kertas, kain, air atau benda lain. Sasaran evaluasi
ialah kemampuann siswa sebagaimana dinyatakan dalam tujuan instruksional umum.
Tetapi yang diukur ialah kemampuan yang menampak dalam bentuk tingkah laku.
Tingkah laku yang
menampak itu tidak selalu menunjuk pada kemampuan yang tidak menampak. Sama
seperti tingkah laku seorang actor sandiwara di atas pentas, di luar pentas ia
menjadi lain. Karena itu evaluasi bersifat tidak langsung, tak lengkap dan
relative.
Amat sulit menemukan
syarat-syarat yang memuaskan kebutuhan dari tujuan evaluasi. Mengingat demikian
pentingnya peranan/fungsi evaluasi, maka dikemkukan 8 syarat tersebut ialah:
1. Sahih (valid)
Evaluasi dikatakan valid apabila mengukur
apa yang sebenernya diukur. Apabila yang diukur adalah sikap, tetapi evaluasi
mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut disebut tidak valid. Kesahihan
evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam derajat tertentu dengan
alat ukur tertentu.
2. Terandalkan (reliable)
Evaluasi dikatakan terandalkan jika alat
evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok siswa yang sama beberapa kali
dalam waktu yang berbeda-beda atau situais yang berbeda-beda, akan memberikan
hasil yang sama.
3. Obyektif
Evaluasi dikatak obyektif jika tidak
mendapat pengaruh subyektif dari pihak penilai.
4. Seimbang
Keseimbangan ini meliputi keseimbangan
bahan, keseimbangan kesukaran dan keseimbangan tujuan. Bahan harus seimbang
diantara berbagai pokok bahasan. Keseimbangan dalam kesukaran artinya antara
yang mudah, sedang dan sukar harus dalam proporsi tertentu. Keseimbangan tujuan
adalah keseimbangan dalam berbagai matra dalam kawasan tertentu, antara
pengetahuan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dalam kawasan
matra kognitif yang harus disusun dalam proporsi tertentu.
5. Membedakan
Suatu evaluasi harus dapat membedakan
(discriminiable) prestase individual di antara sekelompok siswa. Evaluasi harus
dapat membedakan siswa yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berhasil,
gagal dan sebagainya.
6. Norma
Evaluasi yang baik, hasilnya harus mudah
ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk
menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa.
7. Fair
Evaluasi yang fair mengemukakan
persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung
kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu erdapat keadilan untuk siswa
yang dievaluasi.
8. Praktis
Baik ditinjau dari segi pembiayaan maupun
dari segi pelaksaannya, evaluasi harus efisien dan mudah dilaksanakan.
Kedelapan syarat tersebut perlu dimilki
oleh suatu evaluasi yang baik walaupun dalam derajat yang berbeda-beda.
Prinsip-Prinsip Evaluasi
Prinsip diperlukan sebagai pemadu dalam kegiatan evaluasi. Dengan demikian
tidak hanya diutamakan prosedur dan teknik penilaian saja, tetapi prosedur dan
teknik itu harus dilakukan dalam paduan prinsip itu, prinsip-prinsip tersebut
diuraikan berikut ini.
1. Prinsip keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari dan di dalam program pengajaran. Evaluasi adalah satu komponen
dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya.
Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan
program pengajaran. Banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan
beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilaksanakan, sehingga
evaluasi dilakukan bukan terhadap apa yang telah dilakukan. Hal ini tidak
sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan Kompetensi.
2. Prinsip Cara Belajar
Siswa (CBSA)
Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan siswa
secara mental, antusias dan asyik dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian
pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang demikian dari
siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu yang menekan
dan cenderung untuk dihindari, karena jika demikian hal ini menunjukan bahwa
prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi.
Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siwa.
Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siwa.
3. Prinsip Kontinuitas
Pada dasrnya evaluasi berlangsung selama
proses kegiatan belajar-mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat pada
awal/pada akhir pengjaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar
berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal
ini dilakukan dalam rangka pemantapan program. Di sinilah letak fungsi formatif
dari evaluasi yang tidak hanya ada pada akhir tetapi selama program berjalan.
4. Prinsip Koherensi
Sebagai akibat dari prinsip keterpaduan,
maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh tujuan
pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah sikap
(afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahuan. Evaluasi harus
pula mempunyai kohorensi dengan program pengajaran, artinya evaluasi harus
benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar, baik kegiatan
tatap muka maupun kegiatan terstruktur.
5. Prinsip Diskriminalitas
Dari psikologi diketahui bahwa setiap
individu mempunyai perbedaan engan individu lain. Individu adalah suatu person yang
unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi jalan
pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai dengan
hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukan perbedaan di
kalangan siswa secara individual. Apabila satu kelas mempunyai skor yang sama,
maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.
6. Prinsip Keseluruhan
Perubahan tingkah lau yang sudah
ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu
evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi
seluruh segi tujuan pendidikan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukn tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.
Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukn tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.
7. Prinsip Pedagogis
Seluruh kegiatan evaluasi haruslah
diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya
saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan
sikapnya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan
sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi
yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan
demikian evaluasi akan ikut membentuk perilaku dan sikap positif.
8. Prinsip Akuntabilitas
Accountability adalah salah satu ciri
dari pendidikan berdasar kompetensi. Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada
masyarakat pemakai tenaga lulusan, dan kepadda kelompok profesional.
Pertanggungjawaban terhadap ketiga kelompok ini merupakan hal yang harus
dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi kita
mempertanggungjawabkan hasil pendidikan yang kita selenggarakan kepada ketiga
pihak tersebut. Akreditas terhadap sekolah termasuk dalam pertanggungjawban
tersebut.
Pendekatan Evaluasi[6]
Dalam menentukan hasil evaluasi dapat
dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan keperluannya, yaitu ukuran mutlak,
ukuran relatif, dan ukuran performance.
1. Penilaian dengan Ukuran
Mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu
menentukan kriteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya seorang siswa
dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian
dengan benar. Pada umumnya, pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif,
karena dengan pendektan ini diantaranya guru dapat mengetahui tingkat
penguasaan setiap siswa dalam mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini
dapat digunnakan pula dalam penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang
dinilai itu merupakan program minimal yang harus dikuasai.
2. Penilaian dengan Ukuran
Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini,
kriteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergantung kepada
keberhasilan umum dalam kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan
ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan
lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok.
Pendekatan penilaian dengan ukuran relatif ini, biasanya digunakan dalam
penilaian sumatif, terutama dalam memberikaan nilai akhir, atau mengelompokan
siswa dalam kelompok kerja dimana dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang
homogen dalam bidang pengajaran tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan
keputusan, apakah siswa lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.
3. Penilaian dengan Ukuran Self
Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya. Guru
mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil pencapaian,
dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi pendekatan
ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini, perlu
diperhatikan tiga tahap status yaitu: status siswa sebelum mengikuti
pengajaran, status potensi siswa pada masa yang akan datang.
Sumber :
Stiava Rizema, 2012, Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja,
Jogjakarta:
Diva Press.
Slameto, 1988, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina
Aksara.