Konsep Dasar Perencanaan
Pendidikan
A. Defenisi Perencanaan
Dalam investorword.com didefinisikan
Planning adalah proses menetapkan tujuan, mengembangkan strategi, dan
menguraikan tugas dan jadwal untuk mencapai tujuan. Dari pengertian diatas
dapat diketahui bahwa sebuah planning atau perencanaan adalah merupakan proses
menuju tercapainya tujuan tertentu. Atau dalam istilah lain merupakan persiapan
yang terarah dan sistematis agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
Kaufman (1972) sebagaimana dikutip Harjanto,
Perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Bintoro Tjokroaminoto mendefinisikan perencanaan sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Pramuji Atmosudirdjo mendefinisikan perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana, dan bagaiman melakukannya.
Perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Bintoro Tjokroaminoto mendefinisikan perencanaan sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Pramuji Atmosudirdjo mendefinisikan perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana, dan bagaiman melakukannya.
Siagiaan mengartikan perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan
penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Y. Dior
berpendapat perencanaan perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat
keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang, dalam rangka mencapai
sasaran tertentu. Cunningham berpendapat bahwa perenacanaan adalah menyeleksi
dan menghubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi dan asumsi-asumsi untuk
masa yang akan datang untuk memformulasikan hasil yang diinginkan pada masa
yang akan datang.
B. Pengertian Perencanaan Pendidikan
Dalam usaha kita mempelajari perencanaan
pendidikan, titik tolak kesepakatan merupakan hal yang amat penting. Dengan
demikian kita tidak akan mempunyai penafsiran yang berbeda-beda tentang makna
perencanaan pendidikan itu.
Dilihat dari terminologinya perencanaan pendidikan
terdiri dari dua kata yaitu: Perencanaan dan Pendidikan. Perencanaan berasal
dari kata rencana, yaitu suatu proyeksi tentang apa yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan yang valid (sahih) dan bernilai.
Menurut Yusuf Enoch Perencanaan Pendidikan, adalah suatu proses yang yang
mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang
diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan
mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya
serta menyeluruh suatu Negara. Kaufman (1972) mendefinisikan perencanaan
sebagai suatu proses untuk menetapkan “ke mana harus pergi” dan
mengidentifikasikan prasyarat untuk sampai ke “tempat” itu dengan cara yang
paling efektif dan efisien. Perencanaan merupakan spesifikasi dari tujuan yang
ingin dicapai dan cara-cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
Pengertian ini mengandung 6 pokok pikiran sebagai berikut:
1. Perencanaan melibatkan proses penetapan keadaan masa depan yang
dinginkan
2. Keadaan masa depan yang diinginkan itu selanjutnya dibandingkan dengan
keadaan sekarang, sehinga dapat dilihat kesejangannya.
3. Untuk menutup kesenjangan itu perlu dilakukan suatu usaha-usaha.
4. Usaha yang dilakukan untuk menutup kesenjangan itu beraneka ragam dan
merupakan alternatif yang mungkin ditempuh.
5. Pilihan alternatif yang paling baik, dalam arti mempunyai nilai
efektifitas dan efisiensi yang paling tinggi, dan perlu dilakukan.
Perencanaan pendidikan adalah suatu proses untuk
menetapkan tujuan, menyediakan fasilitas serta lingkungan tertentu,
mengidentifikasi prasyarat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta
menetapkan cara yang efektif dan efisien dalam usaha membentuk manusia agar
memiliki kompetensi sosial dan individual secara maksimal. Secara sederhana
dikemukakan oleh coombs (1970) sebagai aplikasi analsis rasional dan sistematik
dalam proses pengembangan pendidikan yang bertujuan meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pendidikan dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan pendidikan baik tujuan yang berhubungan dengan anak didik maupun
masyarakat.
C. Pentingnya Perencanaan Pendidikan
Dalam keseluruhan proses pendidikan,
perencanaan pendidikan merupakan langkah utama yang sangat penting. Karena
perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mengarahkan dana dan tenaga yang
terbatas, sehingga dapat menyumbang tercapainya tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan secara maksimal. Pentingnya perencanaan pendidikan dapat diuraikan
sebagai berikut, perencanaan pendidikan:
1. Merupakan usaha untuk menetapkan atau memformulasikan tujuan yang
dipilih. Oleh karena itu perencanaan dapat memberikan arah usaha pendidikan
dengan jelas.
2. Memungkinkan kita dapat mengetahui sampai dimana tujuan pendidikan yang
ditetapkan telah dicapai.
3. Memudahkan kita untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan.
4. Memungkinkan kita untuk menghindari pertumbuhan dan perkembangan suatu
usaha yang tak terkontrol, misalnya dalam mengembangkan kurikulum, kita
mempunyai kecenderungan untuk selalu menambah jumlah dan jenis matakuliah dari
yang sudah ada.
D. Perubahan dan Perencanaan
lembaga pendidikan yang dimaksud di sini adalah
segala sesuatu yang ada di luar lembaga pendidikan. Secara singkat dapat
dimegerti sebagai masyarakat. Bila ditinjau dengan saksama, dapat ditemukan
bahwa masyarkat selalu berubah kamarin, hari ini dan esok. Karena lingkungan
lembaga pendidikan selalu berubah, maka diharapkan lembaga-lembaga pendidikan
meningkatkan kontak hubungannya dengan masyarakat dalam menangani problem
pendidikan pada umumnya dan perencanaan pendidikan pada khususnya.
Perencanaan pendidikan harus selalu ada
relevansinya dengan pembangunan nasional. Kesenjangan yang terjadi dewasa ini
berupa menumpuknya calon tenaga kerja sebagai produk pendidikan yang “tidak
layak pakai” disinyalir sebagai akibat dari kelemahan sisi perencanaan
pendidikan tersebut. Kenyataan tersebut tidak saja berakibat kurang lajunya
pembangunan, tetapi yang lebih ironis lagi, akan menjadi bumerang bagi
pendidikan itu sendiri. Pendidikan dituding sebagai pihak yang bersalah dalam
hal ini.
Salah satu faktor yang menentukan
pembangunan bidang pendidikan akan mencapai sasarannya adalah perencanaan yang
baik. Perencanaan yang baik tentunya mensyaratkan tersedianya dukungan data
yang benar-benar mencerminkan keadaan yang sebenarnya (akurat) dan mutakhir.
Perencanaan yang baik dapat dilihat dari dua sisi, yakni :
1. Substansi isi perencanaan dan proses penyusunannya.
Dari sisi substansinya, setidak-tidaknya ada 5 (lima) hal yang perlu
mendapat perhatian;
a. Perencanaan seharusnya sesederhana mungkin namun jelas kaitan antara
satu kegiatan dengan kegiatan lainnya sehingga mudah dipahami dan
diimplementasikan.
b. Perencanaan harus terukur sehingga mudah untuk dilihat sampai sejauh
mana pelaksanaan sesuai dengan perencanaan dan seberapa hasil yang telah
dicapai. Pengukuran hanya bisa dilakukan jika cukup tersedia data yang akurat
dan mutakhir dari waktu ke waktu.
c. Isi perencanaan tidak terlalu muluk-muluk dan seyogyanya sesuai dengan
kebutuhan nyata masyarakat dan sesuai dengan kapasitas daerah untuk
melaksanakannya.
d. Perencanaan harus benar-benar dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan
program dan kegiatan. Penggunaan data dan informasi yang akurat mutlak
diperlukan untuk menjadikan perencanaan dapat diandalkan.
e. Perencanaan harus jelas jangka waktunya (tahunan, lima tahunan, sepuluh
tahunan atau lebih dari itu). Hal ini diperlukan untuk mengalokasikan
sumberdaya yang tersedia dengan tepat.
2. Dari sisi proses penyusunannya, perencanaan harus dibuat secara
transparan, akuntabel, partisipatif dan aspiratif. Untuk itu, berbagai pihak
yang berkepentingan dengan pendidikan harus dilibatkan sejak awal proses
penyusunan perencanaan. Selain itu, sebelum disahkan menjadi dokumen resmi,
perencanaan perlu dipublikasikan terlebih dahulu ke masyarakat luas melalui
media masa lokal dan lokakarya-lokakarya untuk memperoleh masukan-masukan. Jika
proses penyusunan seperti dilaksanakan, akan diperoleh kepedulian dan dukungan
masyarakat dalam implementasi program dan kegiatan pendidikan.
E. Teori Perencanaan
Menurut Hudson dalam Tanner (1981) teori perencanaan meliputi, antara lain;
sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi, dan radial. Selanjutnya di
kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori Sitar sebagai penggabungan dari
taksonomi Hudson.
1. Teori Sinoptik
Disebut juga system planning, rational system approach, rasional
comprehensive planning. Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan,
sehingga objek perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan
satu tujuan yang disebut visi. Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi ;
(a) pengenalan masalah, (b), mengestimasi ruang lingkup problem (c)
mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian, (d) menginvestigasi problem, (e)
memprediksi alternative, (f) mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik.
2. Teori incemental
Didasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya. Bersifat
desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini
menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan
desentralisasi pada teori ini adalah si perencana dalam merencanakan objek
tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan.
3. Teori transactive
Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi
dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu
berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti
penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan
perencanaan.
4. Teori advocacy
Menekankan hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah
diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan secara
empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai
(advocacy= mempertahankan dengan argumentasi). Kebaikan teori ini adalah untuk
kepentingan umum secara nasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara
nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan
hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori
ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.
5. Teori radikal
` Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal
untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat
mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan. Perencanaan ini
bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum
dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan
yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar
personalia. Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan
dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri
menangani pendidikannya.
6. Teori SITAR
Merupakan gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary
planning process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga
lebih lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat
atau lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi
SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational.
Berarti teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan
itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga
pendidikan dan masyarakat. Jadi dapat kita simpulkan bahwa teori-teori diatas
mempunyai persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya:
1. Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah
2. Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan
sekitarnya.
3. Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai
konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan
penitikberatan.
4. Mempertimbangkan dan menggunakan sumberdaya yang ada dalam pencapaian
tujuan
Sedangkan Perbedaannya adalah :
1. Perencanaan sinoptik lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam
pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih mengedepankan
aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau dapat dikatakan
komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan dalam 4 pendekatan
perencanaan yang lain.
2. Perencanaan incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah
dan sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti
kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.
3. Perencanaan transactive mengedepankan faktor – faktor perseorangan /
individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan,
perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan
dengan perencanaan Sinoptik dan Incremental yang lebih komprehensif.
4. Perencanaan advocacy cenderung menggunakan pendekatan hukum dan obyek
yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah. Perencanaan ini
bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan dan hal keadilan
social
5. Perencanaan Radikal seakan – akan tanpa metode dalam memecahkan masalah
dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif dengan
pendekatan incremental dan sinoptik yang memepertimbangkan aturan – aturan yang
ada baik akademis/metodologis dan lembaga pemerintahan yang ada.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar